selamat datang di blog kami.... semoga bermanfaat.

Jumat, 12 Agustus 2011

Gelap Gulita yang bertumpuk

Oleh Dr. Nadirsyah Hosen dalam bukunya Mari Bicara Iman

Ketika Anda berada di ruangan yang gelap gulita, apa yang bisa Anda lakukan? Tentu saja Anda akan meraba-raba untuk menemukan jalan sambil mengarahkan daya insting Anda. Anda tak tahu jalan untuk keluar, napas Anda sesak dan kegelisahan mulai menyelimuti Anda. Tak ada sebersit cahaya pun yang menyinari tempat Anda berada.

Sekarang bayangkan bila hidup Anda tak disinari oleh cahaya ilahi. Tentu saja Anda pun akan berputar-putar tanpa arah di dalam kegelapan. Atau dalam bahasa Al-Qur’an: Atau seperti gelap gulita di lautan dalam, yang diliputi ombak, yang di atas ombak itu ada ombak lagi, di atasnya lagi awan; gelap gulita yang bertumpuk. Apabila menjulurkan tangannya, dia tidak dapat melihatnya. Barang siapa yang tak diberi cahaya oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun (an-Nur (24) ; 40)
Saat keadaan gelap gulita, jiwa gelisah dan Anda tak tahu apa yang harus Anda kerjakan, beban kerja pun semakin menumpuk, beban ekonomi menghimpit, tuuh Anda bergetar dan semuanya menjadi serba tak teratur dan serba salah. Jika hal ini menimpa Anda, maka carilah cahaya ilahi agar Anda dapat keluar dari kegelapan itu.

Bagaimana caranya mencari cahaya ilahi yang akan menerangi hati Anda?
Allah berfrman: Bersihkanlah pakaianmu! Tinggalkan perbuatan dosa! (al-Mudatstsir (74): 4 – 5)

Mari kita bersihkan pakaian kita. Perhatikan diri kita di cermin, berapa banyak pakaian kesombongan, pakaian riya’, pakaian dengki, dan pakaian takabur yang kita kenakan. Pakaian itu kita percantik dengan segala macam aksesoris: melalaikan Allah, enggan bersedekah, dan sebagainya. Bersihkanlah segala macam pakaian dari berbagai aksesoris tersebut. Setelah itu usahakanlah untuk tak mengenakan pakaian itu selamanya.

Perhatikanlah hari kita. Rasakan cahaya ilahi mulai memasuki relung hati. Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki (an-Nur (24): 35)

Mari kita kumpulkan cahaya ilahi itu mulai sekarang. Pada hari kiamat nanti kita berdoa, sebagaimana terekam dalam at-Tahrim (66) ayat ke-8, Ya Tuhan kami! Sempurnakanlah cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.

Berbahagialah mereka yang mendapat cahaya ilahi.

Ada Sajadah Panjang Terbentang

Oleh Dr. Nadirsyah Hosen dalam bukunya Mari Bicara Iman

Lagu Bimbo dengan judul tersebut membuat saya merenung akan hubungan saya dengan Allah. Saya ingin tahu bagaimana posisi saya sebenarnya di sisi Tuhan. Seorang sufi berkata, “Jika Anda ingin mengetahui posisi Anda di sisi Tuhan, lihatlah di mana posisi Tuhan d hati Anda"

Saya pun mencoba melihat ke dalam hati saya. Bisakah saya merasakan Tuhan berada di hati saya? Entahlah. Saya memang bukan seorang sufi. Tapi saya percaya bahwa Tuhan semestinya hadir dalam semua perbuatan saya. Ketika mengerjakan shalat dan berpuasa, saya tahu Tuhan hadir dalam hati saya. Namun ketika beraangkat kerja, saya tak bisa memastikan apakah Tuhan masih saya bawa atau malah tertinggal.

Apakah Tuhan hadir ketika saya disodori uang komisi oleh rekan sekantor? Apakah Tuhan hadir ketika saya selipkan selembar amplop agar urursan saya menjadi lancer? Apakah Tuhan juga hadir ketika saya buat mereka terombang-ambing saat dating ke kantor saya, terlempar dari satu meja ke meja yang lain.

Lagu Bimbo tersebut mengingatkan saya bahwa hidup ini bagaikan sajadah panjang yang terbentang, dari buaian bunda sampai liang lahad. Seharusnya semua aktivitas yang saya lakukan di sajadah panjang ini membawa saya untuk selalu mengingat kehadiran-Nya.

Mengapa Tuhan hanya saya bawa dan saya resapi kehadiran-Nya ketika berada di masjid, dan tiba-tiba hilang ketika saya berada di luar masjid. Lagu Bimbo tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa para khatib Jumat maka sseperti ini, “apa pun aktivitas kita, seharusnya kita selalu ingat keberadaan Allah. Itulah makna dzikrullah; mengingat Allah; itu jugalah makna ibadah.

Kalau saya diperbolehkan menerjemahkan lagu Bimbo itu dengan bahasa Al-Quran, saya teringat satu ayat suci, Tidakkah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (al-Dzariyat(51); 56). Sayang, penafsiran saya akan kata ibadah masih terbatas pada ibadah ritual. Sayang sekali, sajadah saya tak panjang terbentang. Sajadah saya tak mampu masuk ke gedung-gedung pencakar langit, ke pusat perbelanjaan, ke tempat hiburan dank e gedung sekolah.

“Tak kulihat suatu benda, kecuali di ujungnya kulihat ada Tuhan!” Ah, ucapan sufi ini lagi-lagi membuat saya malu. Saya tahu bahwa bukan maksud sufi tersebut untuk mengatakan bahwa dia telah melihat Tuhan, melainkan yang ingin dia ceritakan adalah Tuhan selalu hadir di sekelilingnya.
Ada sajadah panjang terbentang……

Selasa, 02 Agustus 2011

Jangan taqlid (Serial dialog Ujang dengan haji Yunus)

Oleh: Dr. Nadirsyah Hosen dalam bukunya Mari Bicara Iman

Bakda sholat dzuhur berjama’ah di masjid jami’, Ujang kehausan. Kakinya lantas melangkah ke warung Mpok Ruqoyah. Ujang memesan es kelapa muda.
Pada saat bersamaan, seorang anak muda yang berjenggot tipis dan memakai celana cungkring duduk di samping Ujang. Sambil tersenyum pada Ujang, anak muda yang bernama Jundi ini bertanya kepada Ujang. “Tadi malam akhi Ujang ikutan ratiban di rumah Haji Yunus ya?”
“Iya, Alhamdulillah saya ikutan bareng-bareng baca ratib al-Haddad bersama Wak Haji,” jawab Ujang sebelum menyeruput es kelapa muda.
“Apa akhi Ujang tahu dalilnya ikut ratiban semacam itu?” Jundi bertanya sambil tersenyum.
“Wah itu sih urusan Wak Haji… kata beliau ini kumpulan doa yang tentu saja ada dalilnya. Lah dalilnya itu apa dan bagaimana ya?.... tolong aja kang Jundi Tanya langsung sama Wak Haji Yunus.”
Ujang nyerocos sambil tangannya mencomot pisang goring di depannya.
“Itu namanya taqlid alias fanatisme buta. Agama melarang kita untuk taqlid semacam itu. bukankah Pak Yunus itu manusia biasa yang bisa salah dan khilaf. Kok akhi Ujang mau saja ikut-ikutan sama beliau. Itu namanya menyembah Pak Yunus. Haram itu hukumnya!” suara Jundi mulai meninggi.
“Wah….. udara udah panas begini, kang Jundi kok malah bikin saya jadi gerah nih.” Ujang mengipas-ngipaskan pecinya kea rah tubuhnya.
“Bukan begitu akhi…. Saya sekedar mengingatkan. Rasulullah telah bersabda. ‘Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh dengan keduanya, yaitu: Kitabullah dan Sunnahku’. Jadi segala persoalan harus berdasarkan kepada Al-Qura’an dan Sunnah. Nggak boleh hanya kata kiai anu atau ulama sana atau Cuma kata Pak Yunus.”
“Bentar kang…..” Ujang mengubah posisi kakinya sambil kemudian mengangkat sedikit kain sarungnya. Ujang kembali meneruskan, “Hadis yang tadi kang Jundi baca itu sahih atau daif?”
“Hadisnya sahih, ya akhi Ujang,”jawab Jundi sambil memegang jenggotnya.
“O, ya? Akang tahu dari mana kalau hadis itu hadisnya sahih?”
“Dari Syekh al-Albany. Beliau ulama besar…. Dalam kitab Silsilah Al-Hadits As-Shahihah, beliau bilang hadis ini sahih.” Jundi membuka catatannya. “ya, betul akhi…. Ini disebutkan dalam buku Syekh al-Albany juz 4, halaman 330.”
Sambil membetulkan peci hitam yang sudah lusuh, Ujang bertanya lagi;
“Sudah akang periksa argument al-Albany sampai bilang hadis ini sahis? Misalnya dicek ulang gitu semua argument beliau.”
“Belum. Tapi Syekh al-Albany menyebutkan sumber-sumber rujukannya kok.”
“Terus darimana Akang bisa yakin kalau yang dilakukan Syekh al-Albany dalam mengatakan hadis ini sahih itu benar?”
“Loh al-Albany kan ahli hadits, dia punya kualifikasi untuk itu, masak dia bohong?” suara Jundi mulai meninggi. Dalam hatinya dia bilang, “ini orang kok ngeyel banget sih. Susah banget menerima sebuah kebenaran!”
“Ehmmmm…. Akang sudah taqlid dong sama Syekh al-Albany. Yang akang lakukan sama saja dengan kawan-kawan saya tadi malam yang mengikuti Wak Haji Yunus untuk ratiban bareng tanpa mengkaji terlebih dahulu dalil dan argument Wak Haji Yunus. Kami melakukannya karena “percaya” bahwa Haji Yunus itu ahli dalam bidangnya.”
Sambil nyengir meniru gaya James Bond yang ditontonnya di layar tancep, Ujang meneruskan:
“Sama saja dengan saya kalua sakit pergi ke dokter. Apa yang dikatakan dokter saya percaya. Disuruh minum obat A atau B saya ikuti. Soalnya saya “percaya” akan otoritas dokter tersebut. Saya nggak mau bilang begini, ‘Maaf dokter, saya butuh waktu untuk menguji apakah obat yang Anda kasih itu benar atau tidak, saya harus cek dulu argumentasi Anda untuk mengatakan penyakit saya ini A dan bukan penyakit B.”
Muka Jundi memerah. Dia tidak menyangka Ujang yang sarung dan pecinya sudah lusuh dan wajahnya ndeso banget itu dengan telak menohok argumentasi Jundi.
Mpoik ruqoyah, yang dari tadi Cuma mendengarkan sambil menggoreng pisang, tiba-tiba ikutan nimbrung.
“Perasaan ane hadits yang tadi bang Jundi bcakan ada versi lainnya deh. Dulu Wak Haji Yunus udah pernah menjelaskan saat ane ikutan pengajian di rumahnya.”
“Enggak ada Mpok…. Hadisnya ya Cuma ini. Kalau ada versi lain, ya itu daif” jawab Jundi sambil membolak-balik buku catatannya.
“Ah urusan daif apa kagak itu sih urusan orang sekolahan…. Bukan urusan ane… urusan ane sih dagang aja,” Mpok Ruqoyah tertawa sambil membetulkan posisi sandal jepitnya.
“Iya nih, akang masih doyan aja sembarangan mendaifkan hadits.”
“Soalnya kata murabbi saya begitu akhi.”
“Tuh kan …. Ente taqlid lagi,” Ujang kembali nyengir.
“Bukan … ini bukan taqlid. Ini namanya tsiqah pada qiyadah.”
“Ya sama aja dong … intinya kan tunduk dan patuh serta percaya pada pemimpin dan panutan kita. Saya taqlid sama Wak Haji Yunus. Akang Jundi tsiqah sama murabbi. Intinya kan sama saja. Artinya sama-sama baik. Karena Wak Haji Yunus orang baik, dan Murabbi akang juga orang baik. Begitu kang …”
Di saat itu datanglah Haji Yunus sambil mengucapkan salam. Ujang dan Mpok Ruqoyah lantas menceritakan dialog Jundi tersebut. Jundi yang duduknya menjadi gelisah, ditepuk-tepuk bahunya oleh Haji Yunus. “bagus … Bagus … inilah pemuda harapan kita. Selalu bersemangat dalam menjalankan agama Allah ini.”
“Nak Jundi kuliyah di mana?” Tanya Haji Yunus dengan lembut.
“Di universitas Prabu Siliwangi, jurusan akunting. Saya lagi buat skripsi Pak.”
“Oh bagus … bagus … apa saat menulis skripsi itu Nak Jundi mencantumkan footnote yang isinya pendapat para pakar dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pembimbing skripsi?”
“Tentu saja, Pak. Dunia akademik memang seperti itu.”
“Mungkin Nak Jundi belum tahu, itulah tradisi ilmiah dalam islam yang diadopsi oleh dunia intelektual modern saat ini. Tradisi merujuk itu bisa dilacak dalam khazanah islam.” Haji Yunus menjelaskan sambil member kode kepada Mpok Ruqoyah untuk membuatkan kopi.
“Wah jangan-jangan akang Jundi ini taqlid juga sama pembimbing dan para pakr yang dicantumkan dalam footenote skripsinya nih.” Ujang nyeletuk sambil memegang perutnya yang buncit.
Jundi tersenyum masam.
Haji Yunus melotot pada Ujang, tansa beliau kurang suka dengan Ujang yang menggoda Jundi. Laluy beliau meboleh kembali pada Jundi:
“Tadi hadits yang dibacakan Nak Jundi itu bagaimana bunyinya dan bagaimana terjemahnya?” Tanya Haji Yunus.
“Maaf Pak Yunus … saya hanya mencatat dari kumpulan materi pengajian. Kebetulan haditsnya ini sudah diterjemahkan.”
Ujang nyeletuk lagi:
“itu namanya akang bukan kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah … tapi kembali ke terjemahan Al-Qur’an dan terjemahan sunnah. Lha yang nerjemahkan itu siapa? Kok akang percaya saja sama terjemahannya. Itu namanya akang taqlid sama terjemahannya. Terjemahan Al-Qur’an dan hadis kan banyak macamnya. Cari aja di-google. Otong yang kawan saya aja bisa. Betul kan, Wak Haji?”
Muka Jundi memerah kembali.
“Iya betul,” kata Haji Yunus, “tapi kamu jangan biasakan memojokkan saudara sendiri seperti itu. kita kan sama-sama belajr,” tegur Haji Yunus kepada Ujang.
“Maaf Wak Haji …” Ujang menundukkan pandangan matanya, sebagai tanda ia menerima teguran Haji Yunus. Lantas mata Ujang melirik ke lantai. Tiba-tiba ia berseru panic.
“Loh Mpok Ruqoyah … kok sandal saya hilang. Tadi kan masih di sini.” Ujang celingukan mencari sandal jepitnya.
“Wah jangan-jangan sandal jepit saya hilang akibat adanya konspirasi Yahudi dan CIA untuk mencuri harta umat Islam nih …” Ujang nyerocos sambil garuk-garuk kepala.
Mpok Ruqoyah langsung nyengir ….” Masak Yahudi sama CIA ngurusi sandal jepit kamu yang jelek itu … Ujang … Ujang … ada-ada aja kamu ini!”
Haji Yunus pura-pura tidak mendengar dan memilih untuk menikmati kopinya. Jundi masih tersenyum kecut sambil melirik catatan pengajian yang berjudul, “Ghazwul fikri antara Yahudi-barat versus umat Islam.”

Syams Yang Misterius

(Hikmah Ramadan)
Oleh Dr. Nadirsyah Hosen dalam bukunya Mari Bicara Iman

Seorang sufi besar yang lahir pada 30 September 1207, Jalaluddin Rumi, dipercaya banyak orang tidak akan pernah menjadi Rumi yang kita kenal sekarang bila ia tidak pernah berjumpa dengan Syamsuddin Tabrisi. Diceritakan, suatu hari, Rumi mengajar di kelas sebagaimana biasanya. Tiba-tiba masuk seorang yang berpenampilan lusuh ke dalam kelas seraya mengajukan pertanyaan, “siapa yang lebih agung: Abu Yazid al-Busthami atau Nabi Muhammad?”

Rumi merasakan ada energi yang menembus jiwa di tatapan sang penanya. Ia menjawab, “Nabi Muhammad lebih agung!” orang tersebut – yang kemudian dikenal sebagai Syams – bertanya lagi, “mengapa Nabi Muhammad? Bukankah Nabi mengatakan, ‘ Kami belum mengenal-Mu sebagaimana Engkau layak dikenal,’ sementara Abu Yazid berseru, ‘Betapa agung kedudukanku; mahasuci dan mahatinggi diriku’?”

Rumi terdiam membisu. Ucapan Syams seakan-akan menunjukkan Abu Yazid lebih agung disbanding Nabi. Melihat Rumi terdiam, Syams memberi tahu bahwa rindu Abu Yazid terhadap Tuhan terpuaskan sesudah meminum seteguk air makrifat, sementara Nabi Muhammad tak pernah terpuaskan, sebab beliau senantiasa haus akan pengetahuan ilahi lebih banyak lagi. Jadi, di sinilah keagungan Nabi Muhammad yang melebihi Abu Yazid.

Penjelasan Syams konon membuat Rumi jatuh, menangis dan tak sadarkan diri. Kita tak tahu apa yang dirasakan oleh Rumi saat itu. Yang jelas, sejak peristiwa itu, Rumi berkhalwat bersama Syams selama tiga bulan. Rumi belajar kembali dari awal tentang makna cinta ilahi.

Kisah di atas menggambarkan betapa Tuhan itu amat dekat dengan kita. Ia bahkan lebih dekat dari urat leher kita. Meski demikian, pada saat yang sama ada jarak yang tak terhingga antara seorang hamba dengan Tuhannya. Allah sangat dekat. Namun, pada saat yang bersamaan, ia sangat jauh.

Ilustrasi berikut mungkin bisa menyederhanakan persoalan … pada saat bertemu dengan kekasih yang sekian lama terpisah, kita akan memeluknya dengan segenap cinta dan rindu, seakan-akan kita dan kekasih kita adalah jiwa yang satu. Namun, pada saat yang sama, kita bukanlah kekasih kita. Kita dan kekasih kita adalah orang yang berbeda.

Di sinilah lahir pengakuan Nabi Muhammad bahwa beliau belum mengenal Allah sebagaimana Allah layak dikenal. Pengakuan ini menunjukkan tidak pernah ada kata akhir dalam mendekati dan mengenal Tuhan. Seseorang tidak bisa mengklaim bahwa dia telah “bersatu” dengan Tuhan secara utuh dan penuh.

Ketika seseorang mencapai satu kedudukan di sisi Allah, sebenarnya ia baru saja hendak mencapai kedudukan yang lebih tinngi. Tidak ada kedudukan atau stasiun terakhir dalam upaya mendekati Allah. Tidak ada kata final dalam memluk islam!

Pada bulan Ramadan ini kita dekati Allah dengan penuh harap. Kita tundukkan ego. Kita tahan lapar dan dahaga demi meraih ridha-Nya. Kita penuhi malam dengan membaca Al-Quran dan mengerjakan shalat malam. Dengan itu, boleh jadi “kelas” kita di sisi Allah meningkat.

Selepas bulan Ramadan, saat “pintu-pintu neraka dibuka kembali”, ketika “ikatan iblis telah dilepas kembali”, kala itulah kita menempuh ujian: apakah “kelas” kita akan kembali turun, tetap atau semakin meningkat.

Syams menghilang secara misterius pada 1247. Pertanyaannya di atas mengajarkan bahwa kita sebaiknya tak pernah puas akan amal ibadah kita. Setiap Ramadan, ada amal kita yang meningkat. Ada ego yang ditundukkan. Namun, apakah kita hanya selalu merasa cukup dengan Ramadan dan tidak dengan bulan-bulan lainnya?

Seperti Rumi yang bersedia merajut kembali cinta ilahi dari awal, semoga kita masih bersedia mencari pada Ramadan dan bulan-bulan selainnya. Seperti Nabi Muhammad, semoga kita tak pernah puas meneguk “air ilahi” pada setiap Ramadan; lebih-lebih di luar bulan Ramadan.

Rebahkan Dirimu!

(Hikmah Ramadan)
Oleh Dr. Nadirsyah Hosen dalam bukunya Mari Bicara Iman

Ramadan. Saat rahmat Allah bertubi-tubi. Salah satu rahmat itu adalah terkabulnya doa-doa. Lihatlah bagaimana Allah menyelipkan sebuah ayat di antara rentetan ayat tentang puasa.

Bukalah Al-Quran, ayat ke- 183 -185 dari surah al-Baqoroh. Kita akan tahu bagaimana Allah mengatur puasa Ramadan. Pada ayat ke-186, pembahasan soal puasa “dipotong’ oleh pembahasan yang sama sekali lain. Baru kemudian pembahasan puasa dilanjutkan di ayat ke-187. Gerangan apa yang membuat Al-Quran terkesan tidak sistematis?

Inilah ayat ke-186, jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, jawablah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan seseorang yang bersoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Ternyata, di antara rentetan ayat tentang puasa, Allah menjelaskan posisi-Nya dengan hamba. Mengapa ayat ini berada di tengah perbincangan soal puasa?
Mahasuci Allah! Rebahkan dirimu! Banyaklah berdoa pada bulan Ramadan. Tuhanmu amat dekat denganmu pada bulan suci ini dan ia telah menjanjikan akan mengabulkan semua permohonanmu.

Setelah Ramadan berlalu, apakah doa-doa kita tetap terkabul? Apakah Allah tetap dekat dengan kita pada selain Ramadan? Lihatlah ayat ke-188, sebagai ayat penutup dari rangkaian ayat puasa: jangan sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil. Dan, janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, dengan berniat memakan sebagian harta itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

Saat Ramadan, kita diperintahkan menahan menikmati makanan halal pada waktu tertentu. Di luar Ramadan, kita diperintahkan menahan diri dari harta yang haram. Jika demikian – insya Allah – di dalam dan diluar Ramadan, Allah selalu dekat dan mengabulkan doa-doa kita.

Selasa, 14 Juni 2011

Tiga Macam Amal yang harus dibarengi tiga amal lainnya

ويقال ثلاث آيات نزلت مقرونة بثلاث لا يقبل اللَّه واحدة منهن بغير قرينتها. أوّلها: قوله تعالى {وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ} فمن صلى ولم يؤد الزكاة لم تقبل منه الصلاة والثاني قوله تعالى: {وَأَطِيعُوا اللَّه وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ} فمن أطاع اللَّه ولم يطع الرسول لم يقبل منه. والثالث قوله تعالى: {أَنْ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيرُ} فمن شكر اللَّه ولم يشكر لوالديه لم يقبل منه.

Diriwayatkan bahwa ada tiga ayat yang diturunkan bergandengan dengan tiga hal. Tidak diterima tiga hal itu tanpa dibarengi dengan hal yang bergandengan dengannya.

Yang pertama adalah firman Allâh Ta'ala :

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

"Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat."

Di dalam Al Qur’an disebutkan 27 kali diantaranya: (QS. Al-Baqarah (2 ): 43, 83, 110 ; An-Nisa'(4) : 77 ; Al-Hajj (22) : 78 ; Al-Mujadilah(58) : 13 dan Al-Muzzammil(73) : 20)



Barang siapa yang rnengerjakan shalat, akan tetapi ia tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak akan diterima.



Yang kedua adalah firman Allâh Ta'ala :

وَأَطِيعُوا اللَّه وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

"Taatilah Allâh dan taatilah Rasul (Muhammad)."



Di dalam Al Qur’an ada 5 kali: (QS. An-Nisa' (4) : 59 ; Al-Mai'dah (5) : 92 ; An-Nur(24) : 54 ; Muhammad (47) : 33 dan At-Taghabun (64) : 12)



Barang siapa yang taat kepada Allah, akan tetapi ia tidak taat kepada

Rasul, maka ketaatannya kepada Allâh tidak akan diterima.



Yang ketiga adalah firman Allâh Ta'ala :

أَنْ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيرُ

"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu."

(QS. Luqman (31) : 14)

Barang siapa yang bersyukur kepada Allâh, akan tetapi ia tidak bersyukur kepada'dua orang tuanya, maka syukurnya kepada Allâh tidak akan diterima.



والدليل على ذلك ما روي عن رسول اللَّه قال "إن لعنة الوالدين تبتر: أي تقطع. أصل ولدهما إذا عقهما فمن أرضى والديه فقد أرضى خالقه ومن أسخط والديه فقد أسخط خالقه ومن أدرك والديه أو أحدهما فلم يبرهما فدخل النار فأبعده الله"



Yang menjadi dalil atas hal yang demikian itu adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, di mana beliau bersabda :

"Sesungguhnya kutukan dua orang tua itu memutuskan asal anak kedua orang tua itu apabila anak itu durhaka kepada keduanya. Barang siapa yang merasa senang kepada dua orang tuanya, maka berarti ia merasa senang kepada Dzat Penciptanya; dan barang siapa yang merasa marah kepada dua orang tuanya, maka berarti ia merasa marah kepada Dzat Penciptanya. Barang siapa yang mendapatkan dua orang tuanya atau salah satu di antara keduanya, kemudian ia tidak berbuat baik kepada keduanya, maka ia masuk neraka, lantas Allâh menjauhkannya (dari rahmat-Nya)."

وسئل النبي صلى اللَّه عليه وسلم " أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قال الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ثُمَّ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ".

Nabi saw pemah ditanya: "Apakah amal perbuatan yang paling utama itu?" Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada dua orang tua, kemudian berjuang pada jalan Allâh."

وعن فرقد السيخي قال: قرأت في بعض الكتب: إنه لا ينبغي للولد أن يتكلم إذا شهد والديه إلاّ بإذنهما، لا يمشي ببين يديهما ولا عن يمينهما ولا عن شمالهما إلاّ أن يدعواه فيجيبهما، ولكن يمشي خلفهما كما يمشي العبد خلف مولاه.

Dari Farqad As-Siji, di mana ia berkata : "Saya membaca di dalam sebagian kitab bahwasanya seorang anak tidak pantas untuk berbicara di depan ibu bapaknya, kecuali atas izin dari keduanya. Ia tidak pantas untuk bejalan di depan, di samping kanan atau kirinya, kecuali bila kedua orang tuanya memanggilnya lantas ia memenuhi panggilan itu. Ia harus berjalan di belakang kedua orang tuanya, sebagaimana seorang budak berjalan di belakang tuannya".

وذكر أن رجلاً جاء إلى النبي صلى اللَّه عليه وسلم فقال يا رسول اللَّه إن أمي خرفت عندي وأنا أطعمها بيدي وأسقيها وأوضئها وأحملها على عاتقي فهل جازيتها؟ قال لا ولا واحدة من مائة ولكنك قد أحسنت والله يثيبك على القليل كثيراً"

Diceritakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw lantas berkata: "Wahai Rasulullâh, sesungguhnya ibuku mengigau di tempatku, kemudian aku memberinya makan dan minum dengan tanganku, serta aku mewudhuinya dan mengangkatnya di atas bahuku, maka apakah (yang demikian itu) berarti aku membalasnya?" Beliau bersabda : "Belum, belum satu persen pun. Akan tetapi kamu telah berbuat baik, dan Allâh akan memberi pahala yang banyak terhadap amalmu ynng sedikit itu".



وروى هشام ابن عروة عن أبيه قال: مكتوب في الحكمة ملعون من لعن أباه ملعون من لعن أمه ملعون من صدّ عن السبيل أو أضل الأعمى عن الطريق، ملعون من ذبح بغير اسم اللَّه ملعون من غير تخوم الأرض يعني الحد الذي بين أرضه وأرض غيره

Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, di mana ia berkata : Tertulis di dalam hikmah:

"1-Terkutuklah orang yang mengutuk ayahnya. 2-Terkutuklah orang yang mengutuk ibunya. 3-Terkutuklah orang yang menjauhkan diri dari jalan yang benar, atau orang yang menyesatkan jalan terhadap orang yang buta. 4-Terkutuklah orang yang menyembelih binatang dengan tidak menyebut nama Allâh. 5-Terkutuklah orang yang merubah batas-batas tanah.

ومعنى قوله لعن أباه ولعن أمه يعني عمل عملاً يلعن به أبواه فيصير كأنه هو الذي لعنهما. وروي عن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم أنه قال "إن من أكبر الذنب أن يسب الرجل والديه قيل وكيف يسب والديه؟ قال يسب أبا الرجل فيسب أباه ويسب أمه"

Yang dimaksud dengan seseorang mengutuk ayahnya atau mengutuk ibunya adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang menjadikan ayah atau ibunya dikutuk oleh orang lain; sehingga seolah-olah ia mengutuk langsung ayah atau ibunya.



Diriwayatkan dari Rasulullâh saw, di mana beliau bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الذَّنْبِ أَنْ يَسُبَّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالُوا وَكَيْفَ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Dari Abdillâh bin Amr رضي الله عنهم dari Nabi saw beliau berkata "Sesungguhnya di antara dosa besar adalah bila seseorang mencaci maki kedua orang tuanya". Ditanyakan (kepada beliau) : "Bagaimanakah seseorang mencaci maki kedua orang tuanya?" Beliau bersabda : "Seseorang mencaci maki ayah orang lain, maka orang lain itu mencaci maki ayahnya; ia mencaci maki ibu orang lain, maka orang lain mencaci maki ibunya".(Musnad Ahmad)



ويقال للوالدين على الولد عشرة حقوق.

أحدها: أنه إذا احتاج إلى الطعام أطعمه.

والثاني إذا احتاج إلى الكسوة كساه إن قدر عليه، وهكذا روى عن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم في تفسير

قوله تعالى {وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً} فقال المصاحبة بالمعروف أن يطعمهما إذا جاعا ويكسوهما إذا عريا.

والثالث إذا احتاج أحدهما إلى خدمته خدمه.

والرابع إذا دعاه أجابه وحضره.

والخامس إذا أمره بأمر أطاعه ما لم يأمر بالمعصية والغيبة.

والسادس أن يتكلم معه باللين ولا يتكلم معه بالكلام الغليظ.

والسابع أن لا يدعوه باسمه.

والثامن أن يمشي خلفه.

والتاسع أن يرضى له ما يرضى لنفسه ويكره له ما يكره لنفسه.

والعاشر أن يدعو له بالمغفرة كلما يدعو لنفسه

Dikatakan bahwa kedua orang tua itu mempunyai 10 hak dari anaknya, yaitu :

1. Apabila orang tua membutuhkan makanan, maka anaknya harus memberikan makanan kepadanya.

2. Apabila orang tua membutuhkan pakaian, maka anaknya harus memberikan pakaian kepadanya apabila anaknya mampu untuk memberikannya.

3. Apabila orang tua membutuhkan pelayanan, maka anaknya harus melayaninya.

4. Apabila orang tua memanggil anaknya, maka anaknya harus menjawab dan datang kepadanya.

5. Apabila orang tua memerintahkan sesuatu, maka anaknya harus mematuhinya selama tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat dan menggunjing.

6. Anak harus berbicara dengan sopan dan lemah lembut, tidak boleh berbicara kasar kepada orang tuanya.

7. Anak tidak boleh memanggil nama orang tuanya.

8. Anak harus berjalan di belakang orang tuanya.

9. Anak harus membuat kesenangan kepada orang tuanya sebagaimana ia membuat kesenangan kepada dirinya sendiri, dan menjauhkan segala apa yang dibenci oleh orang tuanya, sebagaimana ia menjauhkan diri dari apa yang dibenci oleh dirinya sendiri.

10. Anak harus memohonkan ampun untuk kedua orang tuanya kepada Allâh selama ia berdoa untuk dirinya sendiri.

Allâh menceritakan tentang Nabi Nuh عليه السلام, di mana ia berdoa :

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (26) إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا (27) رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا (28)



Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat kafir.

Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". QS Nuh (71):26-28

Demikian pula doa Nabi Ibrahim عليه السلام :

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

"Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat)." (QS. Ibrahim (14): 40 - 41)

وروى عن بعض الصحابة رضي اللَّه تعالى عنه أنه قال: ترك الدعاء للوالدين يضيق العيش عن الولد، وهل يمكنه أن يرضيهما بعد وفاتهما؟ قيل له بلى يرضيهما بثلاثة أشياء. أولهما أن يكون الولد صالحاً في نفسه لأنه لا يكون شيء أحب إليهما من صلاحه. والثاني أن يصل قرابتهما وأصدقائهما. والثالث أن يستغفر لهما ويدعو لهما ويتصدق عنهما.

Diriwayatkan dari sementara sahabat رضي الله عنهم, bahwasanya ia berkata : "Meninggalkan doa kepada dua orang tua itu menyebabkan sempitnya rezeki bagi si anak". Apakah mungkin seseorang dapat menyenangkan kedua orang tua setelah keduanya meninggal dunia? Dikatakan kepadanya : Ya, ia dapat menyenangkan kedua orang tuanya dengan tiga hal, yaitu :

1. Ia sendiri menjadi anak yang shalih, karena menjadi anak yang shalih itu adalah sesuatu yang paling disenangi oleh kedua orang tuanya;

2. Ia mempererat tali persaudaraan dengan kerabat dan kenalan orang tuanya;

3. Ia memohonkan ampun dan mendoakan kedua orang tuanya, serta bershadaqah untuk keduanya.

Al-'Ala' bin Abdur Rahman meriwayatkan dari ayahnya dari Abu Hurairah رضي الله عنه, bahwasanya Nabi saw bersabda : "Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga, yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya, dan anak shalih yang memohonkan ampun untuknya."

Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda : "Janganlah kamu memutuskan orang yang dulunya biasa dihubungi oleh ayahmu, karena yang demikian itu bisa memadamkan cahayamu, karena sesungguhnya kasih sayangmu adalah kasih sayang ayahmu."

Disebutkan bahwasanya ada seseorang dari Bani Salimah datang kepada Nabi saw dan berkata : "Sesungguhnya kedua orang tuaku sudah meninggal dunia, maka apakah masih ada jalan untuk berbuat baik kepada keduanya itu?" Beliau bersabda : "Ya, (yaitu) memohonkan ampun untuk keduanya, melaksanakan janji (wasiat) keduanya, menghormati teman-teman keduanya, dan mempererat tali persaudaraan yang tidak dilakukan melainkan, karma keduanya."

(Dari Kitab Tanbihul Ghafilin - Abu Laits As Samarqandy)
sumber:http://jatiqo.com/index.php?option=com_content&task=view&id=112&Itemid=42

Selasa, 10 Mei 2011

Faktor-Faktor Yang Membuat Organisasi Gagal

Apa anda tau faktor-faktor yang akan menggagalkan suatu organisasi?Berikut ini saya akan memberikan faktor-faktor yang dapat membuat suatu organisasi besar sekalipun akan hancur.
Penyebab ke gagalan yang pertama dalam mendirikan suatu organisasi adalah tidak memiliki nilai & visi,tanpa ada hal itu suatu organisasi akan rusak.Kenapa bisa rusak?Karna tanpa ada nilai & visi yang jelas suatu organisasi akan tidak perlu di bentuk.Buat apa membuat suatu organisasi jika tidak memiliki tujuan yang jelas.
Penyebab kedua adalah jika organisasi tersebut tidak memiliki misi,tentu anda tau kenapa organisasi tidak akan maju jika tidak memiliki misi.Jika organisasi tidak memiliki misi,percuma saja organisasi itu di bentuk?tidak akan berguna bukan,karna tujuannya tidak akan tercapai.
Penyebab ketiga adalah aturan,kenapa aturan?Karna jika suatu organisasi tidak memiliki aturan yang jelas,akan terjadi konflik kepentingan.Apa itu konflik kepentingan?konflik kepentingan adalah konflik antar anggota organisasi yang terjadi karna mereka menginginkan kepentingan individual(diri mereka sendiri) yang diutamakan.

Penyebab keempat adalah profesionalisme,mau tau kenapa?profesionalisme sangat dibutuhkan oleh organisasi karna jika suatu organisasi tidak bertindak profesional maka akan terjadi keresahan di setiap anggota.Karna tidak tau apakah organisasi yang tidak profesional akan bertahan lama.
Penyebab kelima adalah insentif,mau tau kenapa?Karna insentif akan sangat mempengaruhi kinerja dari setiap anggota.Jika suatu organisasi tidak memiliki insentif maka kinerja anggota akan melambat.
Penyebab kelima adalah sumber daya,sumber daya sangat dibutuhkan.Karna tanpa ada sumber daya sebuah organisasi tidak akan bisa berjalan dan akan membuat frustasi setiap anggota.
Penyebab keenam adalah rencana kerja,kenapa rencana kerja?karna jika suatu organisasi tidak memiliki rencana kerja,maka organisasi tersebut bisa salah langkah.Jika suatu organisasi salah dalam mengambil langkah maka organisasi tersebut akan seperti kapal yang tidak memiliki kompas dan juga peta.

http://agus-ahmad.blogspot.com/2009/10/faktor-faktor-yang-membuat-organisasi.html

Minggu, 24 April 2011

Pantai Ujung Negoro

Ujung negoro adalah salah satu pantai yang telah meninggalkan kenangan banyak santri Ribath. Pantai ini adalah salah satu pantai andalan yang menjadi tujuan wisata bagi para santri. Yang membuat mereka tertarik adalah bukan hanya karena keindahan pantainya tapi juga karena biaya masuk yang sangat ekonomis (biasa, santri cari yang murah he….). Untuk pergi ke tempat tersebut, biasanya mereka menyewa angkutan umum atau bahkan lebih sering mengompreng mobil bak yang sedang melintas menuju ke pantai (dasar santri, cari gratisan mulu hihi). Selain bisa bertamasya di pantainya yang indah. Para santri juga bisa berziarah ke makam Syekh Maulana Maghribi.

Sebuah kawasan pantai utara Batang yang indah, terletak kurang lebih 14 km arah timur laut dari kota Batang, Pantai ini dapat dikatakan salah satu pantai yang terindah di pesisir Pantura karena mempunyai kontur tanah yang variatif. Satu bagian tepi pantainya ada yang tingginya 14 m dari permukaan laut, jarang terdapat sepanjang pantai utara Jawa. Disamping itu, dibeberapa sisi pantai terdapat kumpulan batu yang menonjol kepermukaan yang menambah keindahan panorama pantai Ujung Negoro.

Konon di sela-sela tebing bukit kecil setinggi 20 meteran terdapat banyak goa-goa untuk meditasi ritual. Salah satunya yaitu Goa Aswotomo. Lorongnya konon menembus ratusan kilometer sampai ke Lereng Dieng, Kabupaten Wonosobo. Di bukit tebing yang menjorok ke Pantai, terdapat petilasan Syekh Maulana Maghribi yang sering diziarahi oleh warga dari berbagai kota.

Di Kawasan Pantai UjungNegoro, banyak terdapat warung kecil yang menyediakan menu khas Sego Megono dengan lauk Gimbal Rebon khas UjungNegoro. Sebagai buah tangan, para pengunjung bisa membeli terasi asli UjungNegoro yang dikenal sedap itu. Di sekitar daerah ini tersedia pula tempat menarik untuk memancing.

Memasuki kawasan ini kita akan dihadapkan pada pilihan jalan bercabang. Satu menuju puncak bukit setinggi 17 meter dengan pemandangan laut lepas dari sela-sela rimbunnya pepohonan. Mengasyikkan, dari ketinggian ini kita bisa menyaksikan riak-riak ombak yang susul-menyusul menghantam bebatuan karang dalam suasana sejuk oleh semilir angin. Kemudian jalan satunya yang menurun agak terjal mengarah ke sisi pantai dengan pasir putih yang melandai. Sisi ini lebih banyak dipilih oleh pengunjung karena menyediakan lahan parkir, arena bermain dan tempat istirahat yang lebih luas. Begitu pula, air lautnya yang bening pasti menjadi magnet bagi anak-anak untuk nyemplung dan berenang.
Dari sisi ini, pemandangan bukit Syekh Magribi yang berbatasan dengan laut dapat disaksikan dengan jelas. Menariknya di bawah bukit terdapat dataran karang yang menjorok ke laut. Tempat ini biasanya dijadikan pengunjung untuk aktivitas memancing. Dengan kontur begini makanya pemandangan ini diklaim serasa di tanah lot. Bedanya tak ada pura di batu karang di pantai ini.

Bagi yang tidak ingin berenang tapi sekedar ingin jalan-jalan, ada aktivitas yang tak kalah menariknya yaitu menyusuri kaki bukit karang. Tantangannya adalah melewati setapak demi setapak bebatuan karang dari kawasan pantai berpasir untuk menyeberangi bukit Syekh Maulana Maghribi. Perjalanan dari pantai berpasir menuju kaki bukit masih dapat anda lalui dengan leluasa karena cukup banyak pilihan pijakan berupa bebatuan karang. Namun setibanya di pinggang bukit, anda hanya akan menemui jalan setapak berupa tonjolan-tonjolan batu karang setinggi satu sampai dua meter di atas permukaan air laut. Cukup memerlukan kehati-hatian. Awas, terburu-buru atau ceroboh menginjak batu pijakan bisa terpeleset ke laut.



(Gedung Putih di atas bukit adalah Makam Syeh Maulana Maghribi)
Karena tidak ada jalan penghubung antara kedua tempat ini, maka kita harus naik kembali ke makam dan memutar untuk mencapai pantai di maksud.














Di pantai, ada sebuah gazebo menjorok ke laut.













Kelelahan dan capeknya perjalanan seolah terbayar lunas, melihat asyiknya para pemancing yang mencoba peruntungan mengail. Di seberang nampak pantai yang menghampar.

Rabu, 20 April 2011

piknik bersama, 3 April 2011 ^_^

kalo lagi kumpul trus gak di foto, jd gak seruuuu....
kayak ini neh





Selasa, 12 April 2011

Rabu, 06 April 2011

Renungan Qur'an dan Hadits


Pasti Ada Jalan Keluar


Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (dari kesulitannya) (QS:Atthalaq:2)

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang banyak membaca istighfar, niscaya Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesusahannya dan menjadikan kelapangan dari setiap kesempitannya.”

Penjelasan:
        Setiap manusia pasti akan diberi ujian dan cobaan oleh Allah. Dan dengan ujian itulah iman manusia bisa diukur. Jika kita berputus asa dan bersedih berlarut-larut ketika mendapatkan masalah, maka mungkin iman kita masih lemah.
       Orang yang tinggi keimanannya tidak pernah takut dengan ujian yang Allah berikan. Karena dia yakin akan kekuasaan dan kasih sayang Allah.
       Maka dari itu, marilah kita perbanyak istighfar dan selalu menjalankan perintah Allah, agar Allah senantiasa memberikan jalan keluar terhadap masalah yang kita hadapi.

kuat menghadapi masalah


Tips Kuat Menghadapi Masalah

       Dalam menghadapi masalah kita sering sekali tidak bisa berfikir dengan jernih sehingga kita menjadi stress. Stress adalah penyakit fikiran dan hati. Maka ketika menghadapi masalah, kita harus meluruskan fikiran dan luaskan hati. Ada 5 hal yang harus kita ingat ketika kita menghadapi masalah:

1. Ingatlah bahwa Allah tidak memberikan ujian di luar batas kemampuan hambanya. Tidak mungkin Allah dzolim pada hambanya. Maka jika masalah datang, sadarilah bahwa pasti kita sanggup menghadapinya.

2. Ujian itu sebagai proses peningkatan kualitas diri. Jika kita terbiasa mampu menghadapi masalah. Maka masalah tersebut akan semakin mudah. Semakin banyak masalah yang mampu kita hadapi, semakin meningkat pula kualitas diri kita.

3. Instrospeksi diri. Masalah yang kita hadapi bisa menjadi alat untuk pendeteksi kesalahan yang mungkin tidak kita sadari. Maka dari itu dengan datangnya masalah, kita bisa mengetahui kesalahan-kesalahan kita dan memperbaikinya agar kesalahan itu tidak terulang.

4. Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. “inna ma’al ‘usri yusro”  Allah telah menjanjikan kemudahan dan jalan keluar terhadap masalah yang kita hadapi. Maka jika kita yakin akan janji Allah, kita pasti akan mendapatkan solusi untuk permasalahan yang sedang kita hadapi.

5. Asah gergaji. Ingatlah bahwa dengan masalah yang kita hadapi, maka kita punya kesempatan untuk mengasah kemampuan kita agar menjadi lebih baik.